Lukas 16 :19-31
Dalam Lukas pasal 16:19-31 dikisahkan mengenai Lazarus yang miskin dan seorang kaya yang hidup dalam kelimpahan. Untuk menghilangkan rasa laparnya Lazarus memungut dari apa yang jatuh dari meja orang kaya tersebut, sembari anjing-anjing datang dan menjilati boroknya. Kemudian Lazarus mati demikian hal nya juga dengan orang kaya itu, Lazarus dibawa ke pangkuan Abraham, tetapi orang kaya itu dibawa ke alam maut.
Dari kisah ini muncullah pertanyaan apakah ketika Lazarus mati ia benar-benar berada di pangkuan Abraham dan berbahagia dan si orang kaya tersebut berada di neraka atau di alam maut dalam keadaan yang menderita? Kisah ini tidaklah benar-benar demikian, tetapi merupakan sebuah perumpamaan. Mengapa demikian?
Yang pertama, bahwa untuk menanamkan kesan dan membuka pengertian, Yesus sangat suka mengajar dengan menggunakan perumpamaan. “Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatupun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, (Matius 13:34). Dengan menggunakan situasi yang akrab dengan para pendengarnya dan melalui cara berpikir mereka, maka Yesus menggunakannya dan menyampaikan pengajarannya dalam perumpamaan. Oleh karena itu kisah Lazarus dan orang kaya tersebut adalah juga merupakan sebuah perumpamaan, sebagaimana halnya juga dengan kisah-kisah yang lainnya. Dalam perumpamaan ini Yesus menghadapi mereka dalam pemahaman umum yang mana masih banyak yang mempercayai keadaan sadar antara kematian dan kebangkitan.
Yang kedua, Yesus dan juga Alkitab menjelaskan bahwa keadaan orang yang mati itu pasif dan tanpa aktifitas. Beberapa ayat yang menjelaskan keadaan orang yang mati menurut Yesus. “Sesudah Ia masuk Ia berkata kepada orang-orang itu: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” (Markus 5:39); “Semua orang menangis dan meratapi anak itu. Akan tetapi Yesus berkata: “Jangan menangis; ia tidak mati, tetapi tidur.” (Luk 8:52 ). “Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa. Karena itu Yesus berkata dengan terus terang: “Lazarus sudah mati; (Yohanes 11:13,14). Firman Tuhan dalam buku Pengkhotbah juga menjelaskan bahwa orang mati tidak tau apa-apa, “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.” (Pengkhotbah 9:5).
Ajaran Yesus dan Alkitab menjelaskan bahwa keadaan orang yang mati itu seperti orang yang tidur, tidak tahu apa-apa tanpa aktifitas dan tiada lagi upah bagi mereka. Oleh karena itu jika kisah ini diartikan secara harafiah maka akan bertentangan dengan apa yang Yesus dan Alkitab sendiri ajarkan. Hal ini tidaklah mungkin demikian, karena ajaran Alkitab tidak mungkin bertentangan satu dengan yang lain.
Yang ketiga, adalah mengenai waktu dimana setiap orang akan memperoleh upah yaitu hidup kekal atau kebinasaan. “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.”(Yohanes 5:28,29). Hidup kekal atau kebinasaan, diberikan bukan dalam periode kematian itu sendiri, melainkan pada saat semua orang mendengar suara Yesus yaitu pada saat kedatangan-Nya yang kedua kali, barulah mereka yang mati akan bangkit dari kubur pada saat itulah mereka menerima upah mereka masing-masing, selamat atau binasa.
Yang keempat, bahwa Lazarus dibawa kepangkuan Abraham (Lukas 16:22) dan jika hal ini diartikan secara harafiah maka berapa banyak orang-orang yang mati sejak zaman Adam hingga sekarang yang dapat dipangku oleh Abraham?
Oleh karena itu kisah mengenai Lazarus dan orang kaya tersebut adalah sebuah perumpamaan, dan oleh karena itu yang menjadi pertanyaan, pelajaran apa sajakah yang Yesus mau ajarkan kepada orang banyak melalui perumpamaan tersebut?
Pelajaran yang pertama. Yang Tuhan nilai adalah tabiat seseorang bukan kekayaannya. Orang kaya itu mempunyai segala sesuatu yang dapat dibeli dengan uang, tetapi ia tidak memiliki kekayaan rohani, yang akan dapat membuat ia benar dihadapan Allah. Ia telah hidup seolah-olah semua yang dimilikinya adalah kepunyaannya sendiri, padahal segala yang ia miliki sesungguhnya adalah milik Allah, dan ia hanyalah penatalayan dari harta yang Allah percayakan kepadanya. Hukum taurat mengajarkan dari segala harta yang Tuhan percayakan, maka disitu terdapat bagian orang-orang yang membutuhkan (Ulangan 15:11). Namun hal ini tidak dilakukan oleh orang kaya itu. Tanpa belas kasihan ia mengabaikan pertolongan bagi orang yang memerlukan, yang mana ia mampu untuk melakukannya. Orang yang kaya itu menjadi miskin tak berpengharapan. Masa percobaannya selagi ia hidup telah berakhir. Ia tidak membawa apa-apa ke dalam dunia ini dan ia tidak dapat membawa apa-apa dari dunia ini. Sebaliknya, orang yang miskin namun ia sabar dan bertahan dan tetap setia dalam imannya kepada Krtistus adalah seperti Lazarus. Manakala nafiri berbunyi, dan semua orang yang tinggal dalam kubur mendengar suara Kristus lalu bangkit, mereka akan menerima pahalanya; karena imannya kepada Allah bukanlah sekadar teori, melainkan suatu kenyataan.
Pelajaran yang kedua adalah, bahwa tidak ada keselamatan di luar Yesus. Orang kaya tersebut berdoa kepada Abraham, “Bapa Abraham, kasihanilah aku” (Lukas 16:24). Status kelahiran sebagai keturunan Abraham memberikan kebanggaan tersendiri bagi orang kaya ini seperti umumnya orang Yahudi. Dengan status ini mereka merasa pasti bahwa Allah memandang mereka istimewa melebihi bangsa-bangsa lain dan bahwa keselamatan adalah hak istimewa bagi mereka. Penolakan mereka akan Yesus dan pengharapan mereka sebagai keturunan Abraham tidak dapat menyediakan keselamatan bagi mereka, karena “..keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kisah 4:12).
Pelajaran yang ketiga ialah, bahwa tidak ada kesempatan bagi orang yang sudah mati untuk bertobat. Hal tersebut dijelaskan pada ayat 26, “Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang” (Lukas 16:26). Kesempatan untuk bertobat adalah kesempatan yang mungkin bagi orang yang masih hidup. Tidak ada lagi kesempatan bagi seseorang untuk bertobat ketika ia sudah mati. Ketika hiduplah seseorang dapat memilih untuk tetap hidup dalam dosa atau bertobat.
Pelajaran yang keempat terdapat dalam ayat 30 dan 31. “Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Lukas 16:30,31). Kesaksian yang terdapat dalam kitab Musa dan para nabi atau Alkitab adalah alat yang Tuhan gunakan untuk memimpin setiap orang kepada keselamatan. Tidak perlu ada terang tambahan atau sebuah perbuatan ajaib, atau sebuah mujizat untuk membuat seseorang selamat. Cukup dengan menerima segala sesuatu yang diajarkan oleh Alkitab maka keselamatan akan menjadi milik orang tersebut. Sebaliknya sekalipun dia mengalami atau menyaksikan mujizat yang besar, namun jika ia tidak menerima segala kesaksian yang diajarkan oleh Alkitab maka hal itu tidak dapat menyelamatkannya. Seperti halnya orang Yahudi, mereka telah melihat Yesus membangkitkan Lazarus, namun hati mereka tetap keras dan menolak Yesus Kristus, maka segala yang mereka saksikan itu akan menjadi sia-sia.
(By Pdt Ronald As)