Haruskah Ahli Kitab meninggalkan “Kitab-kitab sebelumnya” (Alkitab) dan percaya pada Qur’an saja?
Banyak kaum Mu’min hari ini mengklaim bahwa karena Qur’an telah diturunkan, maka Ahli Kitab seharunya mengikuti Qur’an gantinya mengikuti Kitab-kitab sebelumnya. Sebagian yang lain mengklaim bahwa Tauran dan Injil yang asli sudah tidak ada lagi dan karena mereka telah banyak mengalami perubahan setelah melalui periode waktu yang lama, Qur’anlah yang sekarang telah datang sebagai risalah terakhir dari Allah, menggantikan Kitab-kitab sebelumnya.
Apakah Qur’an menyatakan bahwa Ahli Kitab harus berhenti membaca Alkitab (Kitab-kitab sebelumnya) karena Qur’an telah diturunkan?
Bahkan setelah Qur’an diturunkan, melalui halaman-halaman Qur’an seindiri meneguhkan, bahwa Alkitab masih berlaku dan masih terus digunakan sebagai Firman Allah yang sejati, tidak hanya oleh kaum Yahudi dan Kristen tapi juga oleh kaum Muslim. Kita telah melihat bahwa Qur’an mengingatkan kaum Muslim untuk beriman kepada Alkitab; sekarang kita akan memastikan jika Qur’an mengatakan pada Ahli Kitab (kaum Yahudi dan Kristen) untuk berhenti membaca Taurat dan Injil.
Gantinya menyuruh Ahli Kitab untuk membaca Qur’an, pada kenyataannya Qur’an malah mendorong orang-orang Kristen untuk menggunakan apa yang Allah turunkan dalam Kitab-kitab sebelumnya dalam memutuskan suatu perkara, secara spesifik Kitab Injil (yaitu Kitab Isa Al-Masih (as)) sebagaimana kita lihat pada ayat berikut;
وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ ٱلْإِنجِيلِ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فِيهِ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Walyaḥkum ahlul-injīli bimā anzalallāhu fīh, wa mal lam yaḥkum bimā anzalallāhu fa ulā`ika humul-fāsiqụn
Artinya: Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maa’idah 47)
Seandainya Qur’an diturunkan untuk menggantikan Alkitab karena dianggap sudah dipalsukan, maka Qur’an tidak akan mengizinkan Ahli Kitab untuk ‘memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah kepada mereka’ sama sekali. Ini menunjukkan bahwa ribuan Salinan Alkitab yang tersedia dimasa Qur’an diturunkan pada abad ketujuh masih akurat menggambarkan risalah Allah karena Allah mengatakan bahwa Ahli Kitab (orang-orang Kristen) akan dihakimi oleh Kitab-kitab mereka sendiri.
Jika Allah berkata pada Ahli Injil (Kristen) untuk memutuskan perkara dengan menggunakan Injil yang mereka miliki, maka tersirat disitu bahwa Injil pasti masih asli dan berlaku, jika tidak Allah tidak akan dan tidak dapat membuat pernyataan semacam itu.
Ayat diatas juga dengan jelas memperlihatkan bahwa jika para pengikut Injil tidak mengikuti apa yang ada di dalam Kitab-kitab mereka maka mereka itu adalah termasuk orang-orang fasik. Poin ini penting untuk diperhatikan dalam ayat tersebut. Allah menyatakan bahwa jika orang-orang Kristen tidak mengikuti Injil mereka, maka mereka adalah orang-orang yang fasik (atau kafir). Ini adalah pernyataan yang serius. Jika orang-orang Kristen diperintahkan oleh Allah bahkan setelah Qur’an diturunkan untuk mengikuti Injil yang ada pada mereka (sementara ada Sebagian orang yang menyalahkan mereka karena mengikuti Kitab-kitab yang sudah dipalsukan), maka ini pernyataan yang perlu diajukan: apakah Allah dan Qur’an yang bisa dipercaya karena Allah mengesahkan Injil pada abad ketujuh dan menyuruh orang-orang Kristen untuk memutuskan perkara dengannya, ataukah orang-orang yang mengatakan bahwa kaum Kristen memiliki Kitab yang sudah dipalsukan yang patut dipercaya? Seluruh argumentasi mereka yang mempertanyakan Ahli Injil menjadi tidak berdasar di hadapan satu ayat ini saja.
Bagaimana mungkin Allah sengaja menyuruh orang-orang Kristen untuk memutuskan perkara berdasarkan Kitab yang sudah Palsu? Kebenaran dari persoalan ini adalah bahwa Kitab-kitab tersebut tidak dipalsukan. Qur’an tidak mengatakan hal itu, begitu juga Allah tidak pernah menganggap tuduhan semacam itu diseluruh wahyu Qur’an.
Lebih jauh lagi, terdapat banyak Salinan Injil dalam bahasal ‘asli’-nya (grika) yang telah dituliskan sebelum Qur’an dan masih ada hingga hari ini. Jika orang-orang Kristen dengan tulus mengikuti Injil sebelum Qur’an diturunkan, yang ada pada mereka, maka menurut Qur’an mereka adalah orang-orang yang beriman pada Allah. Di sisi lain, seandainya mereka berpikir, berdasarkan dugaan-dugaan manusia, bahwa Injil mungkin telah dipalsukan, dan kemudian berhenti membaca Injil mereka, maka menurut Qur’an mereka adalah orang-orang fasik. Jadi menurut analogi Qur’an ini, orang-orang Kristen tidak bisa dikategorikan sebagai orang-orang kafir karena membaca Kitab-kitab mereka, namun apabila mereka menolak Kitab-kitab mereka, maka sungguh mereka termasuk orang-orang yang fasik.
Sejalan dengan ayat diatas, ayat berikut lebih jelas lagi. Ia menekankan apa yang Allah khendaki kaum Yahudi dan Kristen lakukan terhadap Kitab-kitab mereka setelah Qur’an diturunkan. Dikatakan kepada Ahli Kitab (kaum Yahudi dan Kristen) bahwa iman mereka akan sia-sia jika mereka tidak mengikuti apa yang Allah telah wahyukan kepada mereka. Jika klaim yang menyebutkan Alkitab sudah tak lagi berlaku itu benar, maka Qur’an tidak akan pernah mengatakan hal semacam itu.
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَسْتُمْ عَلَىٰ شَىْءٍ حَتَّىٰ تُقِيمُوا۟ ٱلتَّوْرَىٰةَ وَٱلْإِنجِيلَ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ ۗ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم مَّآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ طُغْيَٰنًا وَكُفْرًا ۖ فَلَا تَأْسَ عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ
Qul yā ahlal-kitābi lastum ‘alā syai`in ḥattā tuqīmut-taurāta wal-injīla wa mā unzila ilaikum mir rabbikum, wa layazīdanna kaṡīram min-hum mā unzila ilaika mir rabbika ṭugyānaw wa kufrā, fa lā ta`sa ‘alal-qaumil-kāfirīn
Artinya: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (Al-Maidah 68)
Siapa yang dimaksudkan ayat ini? Ia merujuk secara khusus pada kaum Yahudi dan Kristen dan menyuruh untuk berdiri teguh meyakini Taurat dan Injil. Disini Qur’an sedang menegur Ahli Kitab karena tidak mempercayai atau beridir tegush diatas apa yang telah diwahyukan kepada mereka. Berdasarkan ayat ini, Ahli Kitab (mereka yang membaca Taurat, Zabur, dan Injil) akan dihakimi atau diadili oleh Kitab-kitab yang ada pada mereka. Jadi dugaannya bukanlah bahwa Alkitab, Kitab-kitab sebelumnya telah diubah melainkan karena mereka tidak lagi mengikutinya. Ayat ini justru meninggikan keaslian Alkitab. Lagi pertanyaan yang bisa diajukan adalah, haruskah Qur’an yang dipercaya ataukah harusnya kita sepakat dengan tuduhan-tuduhan yang membantah Alkitab oleh Sebagian orang di zaman modern ini?
Sebagai klarifikasi lebih jauh perhatikan ayat berikut;
۞ أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
A ta`murụnan-nāsa bil-birri wa tansauna anfusakum wa antum tatlụnal-kitāb, a fa lā ta’qilụn
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al-Baqarah 44)
Tuduhannya secara gambling menyebutkan bahwa kaum Yahudi mempelajari Kitab-kitab yang Allah wahyukan pada mereka dan meminta agar orang lain untuk mengikuti apa yang diajarkan olehnya namun mereka sendiri lupa untuk mengerjakannya. Ayat tersebut tidak sedang menghardik mereka karena tidak membaca Kitab-kitab mereka tapi menuduh mereka karena tidak mengerjakan apa yang dikatakan oleh Kitab-kitab tersebut. Dengan demikian Kitab-kitab sebelumnya masih berlaku dan memiliki kewenangan yang abash pada abad ketujuh masehi, sepanjang hidup Nabi Muhammad (saw) dan kemudian pada masa penulisan Qur’an. Jika Kitab-kitab dari kaum Yahudi dan Kristen (Ahli Kitab) diubah, maka Allah tidak akan pernah menujuk pada Kitab-kitab mereka, atau menyuruh mereka untuk berdiri teguh meyakini Kitab-kitab tersebut.
Terlebih lagi, jika Qur’an meneguhkan, pada sekitar 632 M, bahwa Kitab-kitab dari Ahli Kitab (yang sudah hadir selama 2100 tahun kala itu) memang harus diikuti karena jika tidak mereka tidak memiliki apapun sebagai dasar pijakan, maka perintah Allah ini seharusnya ditanggapi lebih serius ketimbang pendapat manusia. Jadi jika Kitab-kitab para Ahli Kitab pada abad ketujuh (Ketika Qur’an dituliskan), setelah kehadirannya selama 2100 tahun, oleh Allah masih dianggap berlaku dan asli serta layak dijadikan rujukan, lantas bagaimana bisa ada orang yang membayangkan untuk mengajukan tuduhan bahwa ia sudah diubah?
Jika tuduhan itu adalah bahwa setelah abad ketujuh Alkitab telah diubah, maka argument tesebut sekali lagi tidak berdasar oleh karena fakta-fakta berikut:
- Jika Kitab-kita kaum Yahudi dan Kristen tetap terjaga dan tidak rusak setidaknya selama 2100 tahun, lantas mengapa sekrang mereka berpikir untuk mengubahnya?
- Usaha untuk melakukan itu pun sepertinya mustahil dilakukan mengingat bahwa kaum Yahudi dan Kristen tidak pernah dan tidak dapat menggabungkan usaha mereka untuk mengubah Kitab-kitab mereka sendiri karena kaum Yahudi menolak Mesias (Isa Al-Masih).
- Bahkan seandainya para pemimpin dan Kitab-kitab ini memang mau melakukannya, tugas semacam ini tidak akan pernah bisa dilaksanakan, ataupun tidak tercatat dalam sejarah bahwa itu pernah dilakukan.
- Di sisi lain, sudah ada ribuan naskah asli dalam bentuk tulisan tangan ratusan tahun sebelum Qur’an diturunkan, jadi mencoba untuk mengubah setiap naskah itu tidak mungkin.
Haruskah kaum Muslim menghakimi Ahli Kitab atau berselisih dengan mereka?
Tidak saja wahyu-wahyu sebelumnya tersebut masih berlaku bagi Ahli Kitab, namun sebagaimana telah kita telusuri Bersama, Kitab-kitab sebelumnya tersebut juga berlaku bagi Umat Islam. Inilah alas an mengapa kaum Mu’min diperintahkan untuk mengikuti ajaran-ajaran Alkitab (Kitab-kitab sebelumnya) juga. Tapi ada banyak mu’min dan Sebagian ulama yang mecoba untuk berdebat atau berbantah-bantah dengan Ahli Kitab. Qur’an memperingatkan kaum Muslim untuk tidak melakukan hal seperti itu, sebaliknya memperlakukan mereka dengan penuh kasih saying dan rasa hormat selayaknya orang-orang beriman.
۞ وَلَا تُجَٰدِلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا بِٱلَّذِىٓ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَٰحِدٌ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Wa lā tujādilū ahlal-kitābi illā billatī hiya aḥsanu illallażīna ẓalamụ min-hum wa qụlū āmannā billażī unzila ilainā wa unzila ilaikum wa ilāhunā wa ilāhukum wāḥiduw wa naḥnu lahụ muslimụn
Artinya: Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”.(Al-‘Ankabut 46)
Sebagaimana kita telah melihat pembahasan diatas; Qur’an tidak hanya mengingatkan Ahli Kitab karena tidak berdiri teguh diatas wahyu yang diberikan pada mereka (Kitab-kitab sebelumnya yaitu Alkitab). Ia bahkan menyuruh kaum Muslim untuk meyakini Kitab-kitab sebelumnya juga sama seperti Qur’an. Faktanya, kaum Muslim di masa Nabi dan tak lama setelahnya masih tetap beriman pada Kitab-kitab sebelumnya (lihat Bab 9 mengenai para ulama Islam mula-mula meyakininya)
Bagaimana juga salah satu tuduhan yang paling sering dilontarkan oleh kaum Muslim kepada Ahli Kitab hari ini adalah, “Kitab-kitabmu sudah diubah.” Sebagaimana kita perhatikna pada ayat diatas, Qur’an dengan jelas menyatakan agar mereka tidak berdebat dengan Ahli Kitab. Qur’an justru menyatakan bahwa ia datang untuk meneguhkan Kitab-kitab sebelumnya. Oleh karena itu, orang-orang yang beriman pada Qur’an diimbau untuk berkata ‘kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu.’ Menurut ayat ini ada dua jenis perdebatan yang seharusnya tidak disampaikan pada Ahli Kitab; satu mengenai Kitab-kitab mereka dan yang kedua mengenai Allah mereka. Ulama-ulama Qur’an yang setia dapat menyimpulkan bahwa Qur’an tidak mengatakan Alkitab sudah diubah atau tak lagi berlaku. Bab ini telah menunjukkan pada kita bahwa Allah mengajak kaum Yahudi dan Kristen (Ahli kitab) untuk terus membaca Kitab-kitab mereka dan melihat kedalamnya petunjuk serta peneguhan.