Yohanes 19:27 Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: ”Inilah ibumu!”
Anna Jarvis sangat mencintai ibunya. Setelah kematian ibunya pada tahun 1905, Anna berkampanye selama bertahun-tahun untuk mendedikasikan hari libur nasional untuk menghargai sang ibu. Dia pikir ini seharusnya menjadi waktu agar anak-anak lelaki dan perempuan dapat mengunjungi ibu mereka dan menulis surat yang mengungkapkan cinta mereka. Akhirnya, pada tahun 1914, Woodrow Wilson menandatangani keputusan untuk menjadikan hari peringatan nasional, mendeklarasikan hari Minggu kedua di bulan Mei sebagai Hari Ibu.
Anehnya, bertahun-tahun setelah dia berjuang untuk menetapkan Hari Ibu, Anna Jarvis kemudian berjuang untuk menghapuskannya. Jarvis menjadi tidak senang karena merasa bahwa kepentingan komersial telah melampaui arti sebenarnya dari hari peringatan tersebut. Dia ingin Hari Ibu “menjadi hari sentimen, bukan keuntungan.” Dimulai sekitar tahun 1920, dia pun mendesak masyarakat untuk berhenti membeli bunga dan hadiah lain untuk ibu mereka. Dia mengacu pada toko bunga, produsen kartu ucapan, dan pembuat permen sebagai “penipu, bandit, bajak laut, pemeras, penculik dan rayap yang akan merusak salah satu gerakan dan perayaan terbaik, paling mulia dan paling benar” dengan keserakahan mereka. Jarvis menjadi hancur dan getir, percaya bahwa keserakahan telah menghancurkan Hari Ibu, hari libur yang dia bantu ciptakan.
Menjelang akhir hidupnya, Jarvis terlihat mendatangi satu rumah ke rumah lain di Philadelphia, mencoba mengumpulkan tanda tangan untuk sebuah petisi yang akan membatalkan Hari Ibu. Pada tahun 1948, Anna Jarvis meninggal dalam kemiskinan, buta, dan tidak memiliki anak. Ironisnya, Jarvis tidak akan pernah mengetahui hal itu selama hari-hari terakhir dalam hidupnya, para pemilik perusahaan bungalah yang secara anonim membayar perawatannya.
Alkitab juga memperingatkan tentang bahaya sesuatu yang sakral menjadi terlalu dikomersialkan. ”Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerusalem. Sesudah Yesus masuk ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dibalikkan-Nya, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah. Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya: ”Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” (Markus 11:15–17)
Tentu saja, kita harus menghormati ibu kita, dan mungkin Anna benar dalam peringatannya tentang mengubah hari-hari istimewa menjadi perayaan yang dikomersialkan tanpa ekspresi yang tulus dan menyentuh hati. Semoga ibadah kita kepada Tuhan tidak pernah berubah menjadi hanya sekedar “sentimen yang indah”.