Pertanyaan yang sering berada di belakang benak kita adalah apakah hukum-hukum Tuhan masih berlaku dan mengikat setelah kematian dan kebangkitan Yesus dua ribuan tahun yang lalu? Pertama, kita bahas dulu, apakah yang dimaksud dengan Hukum Tuhan itu.
1. DI MANA PERTAMA KALINYA MANUSIA MENGENAL HUKUM TUHAN?
Kej. 2:3
Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Kej. 2:16
“Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”
Jadi, sejak awal, di dalam Taman Firdaus, selagi Adam masih belum mengenal dosa, Tuhan sudah memperkenalkan dua hukumNya kepada Adam. Hukum yang pertama adalah bahwa hari yang ketujuh harus dipelihara kekudusannya, dan hukum yang kedua adalah jangan makan buah dari pohon terlarang.
Bahwa hidup di dalam Taman Firdaus itu ada peraturannya. Makna apa yang kita peroleh dari hal ini? Yaitu bahwa segala sesuatu supaya tetap bagus, tetap baik, HARUS ADA PERATURAN/HUKUM YANG MENGATURNYA. Kalau tidak ada hukum, maka semuanya akan menjadi kacau. Karena itu, walaupun di dalam Taman Firdaus di mana semuanya indah, semuanya baik, dan belum ada dosa, tetap diperlukan adanya peraturan/hukum.
Maz. 89:15
“Keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Mu, kasih dan kesetiaan berjalan di depan-Mu.”
Kita mungkin tidak pernah berpikir, betapa abadinya hukum Tuhan, bahkan itu adalah “tumpuan takhtaNya”. Jadi sebelum ada dunia ini, hukum Tuhan sudah ada! Artinya, tanpa hukum Tuhan, takhtanya bisa terguling, bukan? Sebegitu pentingnya fungsi hukum Tuhan!
2. APA KONSEKUENSI PELANGGARAN HUKUM TUHAN?
Kej. 2:16
“Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”
Sejak dari awal, Tuhan sudah dengan jelas memberitahukan, apa konsekuensi kepada yang melanggar hukum Tuhan: M A T I ! Tidak perduli apa pun jenis pelanggarannya, apa dinilai pelanggaran besar (mis. membunuh orang) atau hanya pelanggaran kecil (mis. mencuri makan buah terlarang), tapi hukumannya sama yaitu M A T I !
Ini dijelaskan oleh Paulus dengan mudah, yaitu:
Rom 6:23 “Sebab upah dosa ialah maut…”
Jadi, Hukum Tuhan itu baku, tidak bisa ditawar, tidak bisa dibatalkan, bukan sekadar main-main. Konsekuensi melanggar hukum Tuhan adalah MATI!
1 Yoh. 3:4
“Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.”
(Melanggar hukum Allah = dosa) Jadi melanggar hukum Allah, upahnya MAUT = MATI
(Upah dosa = maut) cocok dengan peringatan yang diberikan Tuhan kepada Adam yang tertulis di Kej. 2:16
Tidak dibedakan dosa apa yang upahnya maut dan dosa apa yang upahnya bukan maut. Jadi kesimpulannya: SEMUA DOSA, SEMUA PELANGGARAN HUKUM ALLAH ITU UPAHNYA MAUT.
3. APA HUKUM TUHAN BISA DIHAPUS?
Seandainya hukum Tuhan bisa dihapus, Yesus tidak perlu datang untuk mati di kayu salib guna menebus manusia. Pada waktu Adam berdosa, cukup Tuhan bilang saja, “hukum itu dibatalkan.” Selesai. Karena bilamana tidak ada lagi hukum, maka sudah tentu tidak ada pelanggaran, karena tidak ada yang dilanggar. Tidak ada pelanggaran berarti tidak ada dosa, (kan dosa = pelanggaran hukum). Karena tidak ada dosa, tidak ada hukuman, berarti Adam boleh tetap tinggal di Taman Eden seolah-olah tidak terjadi apa-apa, bukan?
Tetapi hukum Tuhan yang adalah tumpuan takhtaNya [Maz 89:15] itu tidak bisa dihapus! Walaupun Tuhan itu sangat mencintai Adam [yang diciptakan sendiri oleh Tuhan secara unik sesuai gambar Allah dan yang punya hubungan begitu dekat dengan Tuhan dia bisa berkomunikasi langsung dengan Tuhan], tapi tetap tidak ada dispensasi untuknya. Adam tetap dinyatakan berdosa karena melanggar hukum. Akibatnya dia kehilangan status kekekalannya, dia harus MATI, sesuai hukum yang ditegakkan Tuhan. Memang dia tidak langsung jatuh mati saat itu, tetapi dia tidak lagi immortal, proses kematian mulai terjadi. Bumi pun menjadi terkutuk karenanya.
Mengapa dikatakan proses kematian mulai terjadi? Karena Adam sudah tidak bisa mengakses lagi Pohon Kehidupan yang ada di taman Eden. Tuhan mengadakan pohon tersebut supaya semua yang makan dari pohon itu, tubuhnya tidak mengalami kerusakan, dan tidak mengalami kematian. Tetapi, setelah Adam berdosa, apa kata Tuhan?
Kej 3:22-24
Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.” Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyala beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.
Tuhan tidak ingin manusia hidup selamanya dalam dosa, karena itu demi kasihNya kepada manusialah, Dia menghentikan status immortalnya. Jadi, pada saat Adam melanggar perintah Tuhan, dia telah “membunuh diri”nya sendiri, walaupun proses kerusakan itu masih butuh waktu 930 tahun sampai akhirnya tubuh yang diciptakan Tuhan dengan begitu spektakular itu, berhenti berfungsi.
Dan bukan hanya tubuhnya yang akan mati, tetapi dia juga akan mengalami kematian kekal kelak (yang di Wahyu disebut sebagai kematian yang kedua), kecuali hukuman mati atas dosanya itu ditebus oleh Sang Juruselamat.
Kematian Yesus di kayu salib membuktikan bahwa Hukum Tuhan tidak bisa dibatalkan atau dihapus. Harus ada yang membayar harga dosa itu!
4. MENGAPA HUKUM TUHAN TIDAK BISA DIUBAH?
Karena Tuhan itu tidak pernah berubah!
Ibr. 13:8
“Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”
Kalau Yang membuat hukum itu sendiri tidak pernah berubah, maka hukum yang dibuat olehNya itu pun sifatnya sama dengan Dia.
1 Pet. 1:25
“tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.” Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu.”
Maz. 148:6
Dia mendirikan semuanya untuk seterusnya dan selamanya, dan memberi ketetapan yang tidak dapat dilanggar.
Pengkh. 3:14-15
Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.
Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu.
5. APA MAKNA PENEBUSAN KRISTUS?
Karena hukum Tuhan tidak bisa diubah, karena Tuhan tidak memberikan dispensasi atau keringangan atas ketidakpatuhan manusia kepada hukumNya, maka satu-satunya hal yang bisa dilakukan Tuhan untuk menyelamatkan manusia dari hukuman pelanggaran hukumNya [yaitu KEMATIAN], adalah mencarikan seorang pengganti untuk menanggung akibat dosa/pelanggaran yang dibuat manusia.
2 Kor. 5:21
“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”
Kristus yang tidak punya dosa, sekarang menjadi punya dosa karena Dia memikul/menanggung semua dosa kita. Dan karena Kristus menjadi punya dosa, maka Dia harus mati sebab “upah dosa ialah maut.” Yang seharusnya kita yang mati, tetapi sekarang digantikan oleh Kristus. Dia yang mati untuk kita. Kita dibebaskan dari hukuman dosa!
Apakah kematian Kristus itu berarti membatalkan atau menghapus hukum Tuhan?
Sama sekali tidak! Justru kematian Kristus itu membuktikan bahwa konsekuensi pelanggaran hukum itu tidak bisa dielakkan. Karena itulah Kristus yang mati menggantikan kita. Kristus yang membayarkan kewajiban kita. Kematian Kristus membuktikan bahwa Hukum Tuhan itu tidak bisa dibatalkan!
6. JENIS-JENIS HUKUM TUHAN
Kita perlu mengetahui jenis-jenis hukum Tuhan supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam pembahasan selanjutnya.
Selama ini banyak dari kita yang kurang mengerti istilah Hukum Tuhan, apalagi karena Alkitab terjemahan bahasa Indonesia kurang konsisten dalam menerjemahkan kata-kata aslinya. Karena itu kita perlu melihat ke bahasa aslinya supaya kita bisa membedakan.
A. HUKUM TUHAN YANG ABADI
Ini adalah hukum-hukum Tuhan yang diberikan kepada SELURUH UMAT MANUSIA, bukan hanya kepada bangsa Israel.
1. HUKUM SABAT HARI KETUJUH
Ini adalah hukum yang pertama yang diberikan Tuhan kepada manusia, yang diciptakan Tuhan begitu Dia selesai menciptakan langit dan bumi dan semua isinya. Hukum yang diajarkanNya kepada Adam dan Hawa ketika mereka baru berusia 1 hari.
Hukum ini diberikan kepada manusia supaya manusia mengingat bahwa dia adalah makhluk ciptaan Allah, bahwa hidupnya bergantung seluruhnya kepada Khalik Penciptanya, bahwa dia perlu mengakui peranan Tuhan dalam kejadiannya, bahwa segala sesuatu yang ada adalah ciptaan Allah dan sebagai makhluk ciptaan, manusia perlu datang kepada Khaliknya setiap 7 hari, untuk memuji dan memuliakan namaNya.
Kejadian 2:1-3
Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Demi siapa Allah memberkati dan menguduskan hari yang ketujuh itu?
Pasti bukan demi Allah sendiri, Allah tidak butuh hari yang kudus dan diberkati karena Allah sendiri adalah sumber berkat dan sumber kekudusan.
Pasti juga bukan demi hari itu sendiri, sebab hari itu tidak punya nyawa, tidak tahu apa-apa, diberkati atau dikuduskan juga dia tidak tahu apa-apa.
Jadi satu-satunya yang bisa menarik manfaat dari diberkati dan dikuduskannya hari ini adalah manusia [waktu itu masih cuma Adam dan Hawa]! Hanya manusia yang bisa menikmati pemberkatan dan pengudusan hari itu.
Karena itu Tuhan pernah mengatakan dengan sangat jelas mengenai hal ini:
Markus 2:27
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,
Jadi, sabat hari yang ketujuh diciptakan Tuhan untuk manusia! Maka, jika manusia tidak memelihara kekudusan hari yang ketujuh, siapa yang rugi? Ya manusia yang rugi, karena tidak bisa menikmati berkat-berkat hari ketujuh yang sudah diberikan Tuhan. Pembahasan tentang Sabat Hari Ketujuh ada sendiri.
Banyak manusia menganggap pernyataan Tuhan itu tidak berpengaruh karena setiap hari yang ketujuh, mereka tetap merasa gembira walaupun tidak memelihara kekudusannya. Tetapi Tuhan di sini tidak bercerita hanya mengenai berkat lahiriah, melainkan lebih kepada berkat-berkat batiniah. Hanya mereka yang ikut memelihara kekudusan hari yang ketujuh yang bisa merasakan berkat-berkat rohani yang mereka peroleh pada hari itu, lain daripada hari-hari yang lain.
Perintah untuk memelihara kekudusan hari yang ketujuh ini, oleh Tuhan kemudian dimasukkan ke dalam 10 HUKUM yang ditulisNya dengan jariNya sendiri, pada urutan ke-4 dan diberikan kepada orang Israel ketika mereka keluar dari Mesir.
2. 10 HUKUM/10 FIRMAN [the TEN COMMANDMENTS]
Sebelum Adam jatuh dalam dosa, Tuhan tidak perlu memberinya terlalu banyak peraturan karena semuanya indah, semuanya baik, manusia tidak mengenal apa itu iri hati, apa itu dusta, apa itu membunuh, dll. Alkitab hanya mencatat dua peraturan yang diberikan Tuhan kepada Adam:
1. Merayakan dan melihara kekudusan hari yang ketujuh
2. Jangan makan buah pohon terlarang.
Tetapi begitu Adam melanggar perintah Tuhan dengan memakan buah terlarang itu, langsung dosa yang lain mengikuti. Dia yang tadinya begitu mencintai Hawa [“tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” – Kej 2:23] sekarang malah menuduhnya sebagai penyebab kejatuhannya. Apakah di hati Adam mulai tumbuh rasa benci kepada Hawa yang menyebabkannya berbuat dosa? Apakah dia berharap bisa selamat dari perbuatan dosanya dengan menimpakan tanggung jawab atas kesalahannya kepada Hawa? Jadi, begitu masuk dosa yang pertama, maka dosa-dosa yang lain mudah mengikutinya. Dosa yang satu akan melahirkan dosa yang lain sampai akhirnya manusia itu tertimbun di bawah gunung dosanya sendiri. Maka Tuhan pun memperkenalkan peraturan-peraturanNya yang lain.
Sesungguhnya sebelum Tuhan menyerahkan kedua loh batu di mana tertulis 10 HUKUMNYA kepada Musa, manusia sudah mengetahui tentang apa yang diperkenan dan tidak diperkenan oleh Tuhan, hanya saja, itu diajarkan secara turun-temurun dari bapak ke anak secara oral.
Kita lihat saja, Kain dan Habel, anak-anak Adam yang pertama, sudah mengetahui bahwa mereka harus menyembah Tuhan dengan membawa korban persembahan. Juga Kain tahu bahwa membunuh itu salah, karena itu ketika Tuhan bertanya di mana adiknya, Kain berbohong, tidak berani mengakui bahwa dia telah membunuh adiknya. Jadi sebelum 10 HUKUM itu ditulis, manusia sudah tahu perbuatan mana yang benar dan mana yang salah menurut Tuhan.
Mengapa kemudian hukum-hukum itu ditulis oleh Tuhan?
Karena jumlah manusia bertambah banyak dan moral semakin merosot, manusia sudah banyak melupakan hukum-hukum Tuhan ini, sehingga Tuhan merasa perlu memberikan kepada mereka hukum-hukumNya yang abadi dalam bentuk tertulis, supaya jangan ada lagi yang lupa.
Memang benar Tuhan menulis pada dua loh batu itu dan memberikannya kepada Musa untuk disampaikan kepada bangsa Israel, tetapi hukum-hukumNya ini bukan hanya bagi bangsa Israel, melainkan bagi semua manusia karena hukum-hukumNya itu bersifat universal.
Supaya tidak keliru, kita lihat kata yang asli yang dipakai untuk menyebut 10 Hukum ini:
Di Perjanjian Lama, 10 Firman Tuhan ini kata Ibraninya adalah: דּבר [dâbâr – daw-bawr’], ini kita jumpai misalnya di:
Ul 4:13
Dan Ia memberitahukan kepadamu perjanjian, yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan, yakni Kesepuluh Firmanדּבר [dâbâr- daw-bawr’] dan Ia menuliskannya pada dua loh batu.
Di sini jelas diterjemahkan Kesepuluh Firman sehingga tidak mungkin terjadi salah pemahaman.
Di Perjanjian Baru, 10 Firman Tuhan kata Greekanya adalah: ἐντολή [entolē – en-tol-ay’], dan ini kita jumpai misalnya di:
Mar 7:8
Perintah ἐντολή [entolē – en-tol-ay’] Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”
Yang diterjemahkan “perintah” di Mar 7:8 di atas ini adalah Kesepuluh Firman karena di tulisan aslinya dipakai kata ἐντολή [entolē – en-tol-ay’] jadi bukan sembarang “perintah”, tapi yang dimaksudkan oleh Yesus di kalimatNya ini adalah Kesepuluh Firman yang ditulis jari Tuhan di dua loh batu.
Kita tahu bahwa kedua loh batu yang berisi 10 HUKUM ini disimpan di dalam Tabut Perjanjian (Tabernakel), karena sangat sakral. Kita lihat tulisan Paulus tentang tempat penyimpanan kedua loh batu ini.
Ibr 9:4
Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian,
Satu-satunya Hukum yang disimpan di dalam Tabut Perjanjian itu HANYA KESEPULUH FIRMAN ALLAH, yang ditulis jari Allah sendiri di atas dua loh batu.
3. HUKUM MAKANAN HARAM-HALAL
Pada waktu Adam masih di taman Eden, Tuhan tidak menurunkan hukum ini karena pada waktu itu tidak perlu, tidak ada yang makan daging di sana bahkan binatang pun tidak ada yang carnivorus. Makanan Adam adalah buah-buahan dan biji-bijian.
Tetapi dengan masuknya dosa dan seiring berjalannya waktu, manusia menjadi pemakan segala. Maka Tuhan pun memberikan peraturan tentang binatang mana yang boleh dimakan dan mana yang tidak.
Pemisahan antara hewan yang “bersih” [halal dimakan] dengan yang “tidak bersih” [haram dimakan] sudah diperkenalkan Tuhan kepada manusia sebelum air bah di zaman Nuh, karena Nuh disuruh membawa 7 pasang dari hewan yang “bersih” dan hanya 1 pasang dari hewan yang “tidak bersih” ke dalam bahteranya. Yang 1 pasang untuk melanjutkan spesiesnya, sedangkan yang 6 pasang lainnya boleh untuk kurban bagi Tuhan dan juga dimakan oleh manusia.
Untuk siapa Tuhan menciptakan hukum ini?
Untuk manusia! Waktu itu belum ada bangsa Israel. Nuh adalah keturunan Adam yang ke-10.
Jadi, hukum makanan haram-halal ini bukan baru diperkenalkan ketika bangsa Israel keluar dari Mesir, melainkan ribuan tahun sebelum itu. Mereka yang mengatakan hukum makanan haram-halal ini hanya berlaku bagi bangsa Israel, sudah salah paham. Hukum ini memang baru dicatat oleh Musa pada waktu bangsa Israel meninggalkan Mesir, namun ini bukan hukum baru, melainkan hukum yang sudah ada ribuan tahun sebelumnya, hanya baru ditulis pada waktu orang Israel keluar dari Mesir.
Tentang makanan haram-halal ini akan dibahas dalam bab tersendiri.
B. HUKUM YANG KHUSUS BAGI BANGSA ISRAEL
Ini adalah hukum-hukum yang diterima Musa dari Tuhan, dan yang diperuntukkan bagi bangsa Israel. Hukum-hukum ini ditulis oleh tangan manusia, tidak ditulis oleh jari Tuhan. Hukum-hukum ini ditulis di atas gulungan kulit dan kemudian disalin di papyrus dan diletakkan di samping Tabut Perjanjian, yang sering disebut Taurat Musa atau “the book of covenant”
Di Perjanjian Lama, hukum-hukum yang ditulis oleh Musa ini bahasa Ibraninya adalah: תּרה תּורה [tôrâh – to-raw’] dan ini kita jumpai misalnya di:
Kel 13:9
Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum תּרה תּורה [tôrâh – to-raw’] TUHAN ada di bibirmu; sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir.
Kata yang diterjemahkan “hukum Tuhan” di sini tidak mengacu kepada Kesepuluh Hukum Tuhan, melainkan kepada hukum-hukum yang ditulis Musa, karena huruf Ibraninya adalah תּרה תּורה [tôrâh – to-raw’]
1 Taw 16:40
supaya pagi dan petang tetap dipersembahkan korban bakaran kepada TUHAN di atas mezbah korban bakaran, dan supaya dikerjakan segala yang tertulis dalam Taurat תּרה תּורה [tôrâh – to-raw’] TUHAN yang diperintahkan-Nya kepada orang Israel.
Kata yang diterjemahkan “taurat” di sini juga mengacu kepada hukum-hukum yang ditulis oleh Musa, karena tulisan aslinya adalah תּרה תּורה [tôrâh – to-raw’] dan jelas bukan Kesepuluh Firman Tuhan.
Di Perjanjian Baru hukum-hukum Musa ini bahasa Greekanya adalah: νόμος [nomos – nom’-os], dan ini bisa kita jumpai misalnya di:
Gal 2:21
Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat νόμος [nomos – nom’-os], maka sia-sialah kematian Kristus.
Kata yang diterjemahkan “hukum Taurat” di ayat ini, mengacu kepada hukum-hukum yang ditulis oleh Musa, karena tulisan aslinya adalah : νόμος [ nomos – nom’-os], jadi yang dimaksud bukanlah Kesepuluh Hukum Tuhan.
Kitab Hukum yang ditulis Musa ini diletakkan di samping Tabut Perjanjian, bukan di dalamnya. Ini saja sudah menandakan bahwa kelasnya beda dengan KESEPULUH FIRMAN ALLAH.
Ula 31:26
Ambillah kitab Taurat ini dan letakkanlah di samping tabut perjanjian TUHAN, Allahmu, supaya menjadi saksi di situ terhadap engkau.
Jadi sekarang kita bisa membedakan antara Kesepuluh Firman Tuhan yang ditulis Tuhan sendiri di dua loh batu, dengan hukum-hukum/peraturan-peraturan lainnya yang diberikan Tuhan kepada Musa untuk disampaikan kepada orang Israel.
7. APA YANG DIHAPUS OLEH KEMATIAN KRISTUS DI SALIB?
Inilah yang sering disalahmengerti oleh banyak orang. Yang dihapus oleh Kristus dengan kematiannya adalah:
1. Bukan Hukum Tuhan
Mat. 5:17-18
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.”
Kata yang diterjemahkan “hukum Taurat” di sini, tulisan aslinya adalah νόμος [nomos – nom’-os] jadi ini adalah hukum-hukum yang ditulis oleh Musa untuk bangsa Israel. Dan apa kata Yesus mengenai hukum-hukum tulisan Musa ini? “Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Jadi, kalau hukum dari Tuhan yang ditulis seorang manusia saja [Musa] tidak ditiadakan oleh Yesus melainkan digenapiNya, apalagi 10 HUKUM TUHAN yang ditulis oleh Allah sendiri!
Yesaya 42:21
TUHAN berkenan menyelamatkan; Ia ingin hukum-Nya dihormati dan diagungkan. [ABS]
The LORD is well pleased for his righteousness’ sake; he will magnify the law, and make it honourable. [KJV]
Terjemahan yang lebih tepat dari ayat ini seharusnya:
“TUHAN sangat berkenan dengan kebenaranNya, Dia akan mengagungkan hukumNya dan menjadikannya dihormati”
Kata yang diterjemahkan “hukum-Nya”[“the law”] di Yes 42:21 ini juga berasal dari kata תּרה תּורה [tôrâh – to-raw’] jadi yang dimaksud di sini adalah TAURAT tulisan MUSA
MAKA JELASLAH TIDAK ADA TAURAT YANG DIBATALKAN, tetapi khusus semua hukum mengenai UPACARA KURBAN DAN HARI-HARI RAYA, DIGENAPI OLEH YESUS ketika Dia mati di salib sebagai Kurban yang Sejati. “Digenapi” artinya sudah dipenuhi, jadi tidak usah dilanjutkan lagi pelaksanaanya, karena yang asli (kematian Anak Domba Allah) sudah terjadi, maka segala lambang (upacara kurban hewan dan hari-hari raya yang ditentukan Tuhan bagi bangsa Israel) sudah selesai.
2. Bukan Hukuman/penalti pelanggaran terhadap Hukum Tuhan
Hukuman atas pelanggaran hukum tetap ada, karena setelah Yesus kembali ke Surga, Paulus masih menulis kepada orang-orang di Roma demikian:
Rom. 6:23
“Sebab upah dosa ialah maut…”
Berarti, setelah Yesus disalibkan dan bangkit pun, upah dosa tetap masih maut! Tidak ada perubahan. Tidak ada ayat yang mengatakan bahwa setelah kebangkitan Kristus “upah dosa sekarang adalah kemerdekaan.”
Lalu apa yang dihapus oleh kematian Kristus?
Kol. 2:14
“dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib.”
Di sini Paulus dengan jelas menulis apa yang dipakukan pada kayu salib, yaitu SURAT UTANG, bukan HUKUMNYA!
Surat utang apa? Kita lihat dulu dari mana surat utang ini berasal.
Ketika Adam berbuat dosa, Allah menjanjikan seorang Juruselamat. Lihat Kejadian 3:15. Juruselamat atau Penebus ini yang nanti akan menggantikan manusia berdosa menjalani hukuman kematian kekalnya supaya manusia tidak usah mati kekal sendiri. Untuk melambangkan peran Penebus ini, di taman Firdaus Allah menyembelih domba yang pertama, domba yang tidak berdosa itu mati menggantikan Adam, darahnya yang tercurah adalah lambang darah Sang Penebus yang akan datang untuk menebus Adam dan keturunannya, karena dosa hanya bisa dibayar oleh darah.
Ibrani 9:22
“…tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan dosa.” [NKJV Indonesia]
Maka sejak saat itu di zaman Perjanjian Lama hingga matinya Yesus di salib, setiap kali orang Yahudi berbuat dosa, dia harus pergi ke Bait Allah, membawa hewan kurban, menyerahkannya kepada imam, dan dia meletakkan tangannya di atas kepala hewan itu secara simbolis memindahkan dosanya kepada hewan itu, kemudian menyembelihnya. Oleh imam darah hewan itu yang melambangkan dosanya, dibawa masuk ke Bait Allah, dan orang itu boleh pulang dengan keyakinan dosanya sudah diampuni.
Nah, itu disebut surat utang. Mengapa kok surat utang?
Karena pengampunannya sudah diterima orang yang berbuat dosa itu, tapi sebenarnya dosanya belum dihapuskan berhubung darah hewan kurban tidak sungguh-sungguh bisa menghapuskan dosa, masih menunggu kematian Kristus nanti baru darahNya sungguh-sungguh bisa menghapus dosa.
Ibrani 10:4
Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.
Jadi darah hewan kurban itu hanya lambang, bahwa nanti bila Anak Domba Allah yang dikurbankan, barulah darahNya sungguh-sungguh bisa menghapuskan dosa. Sementara Yesus Kristus belum disalibkan, pengampunan dosa umat manusia masih diutang, belum dilaksanakan.
Jadi pada waktu Yesus disalibkan, maka tumpukan surat utang dari zaman Adam, dipakukan semuanya di salib.
Kolose 2:14 ini bicara tentang kematian Yesus di salib yang merupakan pelunasan surat-surat utang yang sudah ditumpuk sejak Adam berdosa. Ini sama sekali tidak bicara tentang penghapusan Hukum Allah!
Jika kita baca lagi Kolose 2:13-14 dengan teliti, maka sangat jelas bahwa surat utang itulah yang dipakukan di salib dan yang ditiadakan, BUKAN HUKUM ALLAH.
Bagaimana setelah kematian Kristus di salib? Apa masih ada lagi surat utang? Tidak. Karena setelah kematian Kristus, orang berdosa bisa langsung datang kepada Kristus dalam doa dan memohon ampun untuk dosa-dosanya. Tidak perlu lagi harus menyembelih hewan kurban. Upacara itu sudah digenapi oleh kematian Kristus.
Tetapi, bisakah kita minta Kristus mengampuni kita bila kita terus-menerus sengaja berbuat dosa yang sama, terus-menerus tetap dengan kesadaran melanggar hukum yang sama, walaupun kita sudah mengetahui kebenaran yang seharusnya? Bacalah tulisan Paulus di bawah ini.
Ibr. 10:26-27
“Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka.”
Paulus menulis dengan sangat jelas bahwa jika kita sengaja berbuat dosa sesudah kita tahu apa yang benar, maka Yesus tak lagi mau menjadi korban dosa kita. Akibatnya kita harus menanggung sendiri semua surat utang kita, dan itu bakal harus kita bayar dengan api dahsyat yang menghanguskan.
Andai hukum Tuhan yang dihapus, maka, Kristus tidak perlu mati menggantikan kita. Untuk apa? Hukumnya sudah tidak ada, berarti tidak ada lagi yang membedakan mana yang dosa mana yang tidak. Kalau tidak ada dosa, tidak ada yang perlu mati, baik kita, baik Kristus. Iya kan? Jadi, janganlah kita tertipu oleh kelicikan setan. KEMATIAN KRISTUS TIDAK MENGHAPUS HUKUM TUHAN, JUSTRU KARENA HUKUM TUHAN TIDAK BISA DIHAPUS, MAKA KRISTUS HARUS MATI MENGGANTIKAN KITA.
Bagaimana dengan umat Allah Perjanjian Baru? Setelah kematian Yesus di salib, upacara kurban hewan untuk menghapus dosa sudah tidak valid lagi. Mengapa? Karena upacara tersebut hanya lambang untuk pekerjaan penebusan Kristus. Begitu Kristus mati sebagai kurban yang sejati, selesailah semua upacara kurban itu karena yang asli sudah terjadi. Ini dilambangkan Allah dengan robeknya tirai Bait Suci dari atas ke bawah saat Kristus berkata “Sudah selesai” di atas salib.
Mulai saat itu, orang berdosa hanya perlu datang LANGSUNG KEPADA TUHAN DALAM DOA untuk minta pengampunan. Bukan datang kepada imam, pendeta, romo, orang-orang kudus baik yang masih hidup apalagi yang sudah mati. Tidak. Datang langsung sendiri ke takhta kasih karunia Tuhan minta pengampunan. Hanya Allah yang berhak memberi pengampunan, karena yang dilanggar adalah Hukum Allah. Darah Kristuslah yang akan menghapus dosanya. Syaratnya hanyalah, dosa itu harus diakui, benar-benar disesali, dan ditobati (tidak diulang lagi). Tidak usah membayar apa-apa, tidak ada penalti apa-apa, tidak harus menyumbang apa-apa, tidak ada barter apa-apa, tidak ada debit-kredit dengan Tuhan memperhitungkan pahala versus dosa.
Kisah 3:19
Karena itu bertobatlah dan terimalah ajaran ini, supaya dosamu dihapuskan, agar waktu penyegeran boleh datang dari kehadiran Tuhan.
Amsal 28:13
Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan makmur, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan mendapatkan pengampunan.
Dengan demikian dosa yang sudah diampuni, sudah tidak menjadi tanggungan kita lagi. Karena itu konsep api pencucian itu tidak alkitabiah! Tidak ada di Alkitab, dan tidak pernah diajarkan Tuhan. Hanya ada dua kemungkinan untuk dosa:
1. Dosa yang sudah diampuni Tuhan, sudah dihapus oleh darah Kristus, sudah lepas dari tanggungan kita, kita sudah tidak punya urusan lagi dengannya karena hukumannya (mati kekal) sudah dibayar Kristus;
2. Dosa yang tidak diampuni Tuhan itu menjadi tanggungan kita sendiri selama-lamanya, yang harus kita bayar sendiri hukumannya kelak. Konsep api pencucian itu tidak alkitabiah karena dosa tidak bisa dihapuskan oleh api purgatori. Seandainya dosa bisa dihapus api purgatori, maka Kristus tidak perlu lahir di dunia, tidak perlu mati disalib untuk menghapus dosa. Ya sudah biarkan saja semua manusia masuk purgatori untuk dibersihkan, kalau sudah bersih bisa ke Surga sendiri, untuk apa Kristus mati di Golgota? Konsep api purgatori itu merendahkan pengorbanan Kristus di salib, karena dosa yang sudah diampuni Kristus kok orangnya masih harus dibakar di api purgatori? Jadi, sudah diampuni atau belum? Atau pengampunan Kristus tidak cukup manjur untuk menghapus semua dosa sehingga masih ada yang perlu dibakar di api pencucian?
(bersambung ke bagian kedua)